Mengubah Takdir Kopi Lereng Merapi: Dari Kerugian Ekspor ke Jerman hingga Kebangkitan di Pasar Lokal!

Kami telah lama mengelola kopi di lereng Merapi ini. Awalnya, keprihatinan kami terhadap para petani kopi di kampung ini, terutama kakek dan nenek kami, yang juga petani kopi. Saat panen, harga kopi seringkali murah, meskipun kita tahu kopi merupakan bisnis nomor dua di dunia. Menurut kami, hal ini tidak adil karena petani kopi bekerja keras menyiapkan lahan, butuh 2 tahun untuk menanam, dan baru bisa panen setelah 3 tahun. Namun, harga jualnya murah. Setelah mempelajari, kami menemukan bahwa nilai tawar petani kopi rendah karena mereka menjual sendiri. Untuk meningkatkan ekonomi petani, kami membentuk asosiasi petani kopi Kabupaten Sleman pada tahun 2002. Meskipun mengalami kerugian hampir 20 juta pada tawaran ekspor ke Jerman tahun 2003, kami tidak menyerah. Kami memutuskan untuk tidak hanya menjual kopi mentah untuk ekspor, melainkan mengolah dan memasarkannya di sektor lokal seperti Jogja dan sekitarnya. Kami tertarik pada kopi karena memiliki nilai fungsi ekonomi dan konservasi yang tinggi, cocok untuk konservasi di lereng Gunung Merapi.